Iklan Saya Klik

Wednesday, March 18, 2015

Pangeran Indra Mahkota Muhammad Saleh

Pangiran Kesumayuda Pangiran Sharifuddin ini adalah ayahanda dari Pangeran Indra Mahkota Muhammad Saleh. Pangiran Indra Mahkota Muhammad Saleh ini adalah Wakil Sultan Brunei di Sarawak dari tahun 1820 hingga 1835 yang menulis Kitab Syair Rakis yang terkenal itu. Pangiran Kesumayuda Pengiran Sharifuddin ini asalnya adalah seorang Pangeran Brunei bernama Pangiran Sharifuddin. Karena berselisih dengan Sultan Brunei saat itu maka ia dan Abangnya yaitu Pangiran Sherail lalu melarikan diri ke Kesultanan Sambas yaitu dimasa Sultan Sambas ke-5 yaitu Sultan Umar Akamaddin II. Kedua Pangiran ini kemudian menikah dengan anak Sultan Umar Akamaddin II sehingga kedua digelar Pangeran di Kesultanan Sambas dimana Pangiran Sharifuddin digelar Pangeran Kesumayuda dan keduanya menetap di Sambas. Dari pernikahannya dengan anak Sultan Umar Akamaddin II itu, Pangeiran Kesumayuda Pengiran Sharifuddin kemudian mendapat seorang anak laki yang bernama Muhammad Saleh. Muhammad Saleh ini adalah seorang anak yang cerdas sehingga disekolahkan hingga ke Batavia. Setelah selesai dari sekolah di Batavia dengan baik Muhammad Saleh lalu Sultan Brunei meminta kepada Sultan Sambas agar Muhammad Saleh menetap di Kesultanan Brunei untuk membantu pemerintahan Sultan Brunei saat itu. Maka kemudian diangkatlah Muhammad Saleh menjadi Wakil Sultan Brunei untuk wilayah Sarawak dengan gelar Pangeran Indra Mahkota Muhammad Saleh. Setelah melihat anaknya sudah mapan menjadi Pengiran Indra Mahkota maka Pangiaran Keumayuda Pengiaran Sharifuddin kemudian hijrah dari Kesultanan Sambas untuk mendampingi anaknya memerintah di Sarawak itu hingga kemudian Pangiran Kesumayuda Pengiaran Shariffuddin wafat disana. Menurut cerita di satu pihak bahwa ketika hijrah dari Sambas ke Sarawak perahu yang dihunakan oleh Pengiran Kesumayuda Pengiran Sharifuddin ini sempat terdampar disekitar Sarawak dan bangkai perahu itu masih tersisa hingga kini, betulkah berita ini ?

karena Pengiran Muhammad Saleh sekitar 3 sampai 4 tahun bermastautin di Mukah itu hingga kemudian dijemput oleh Pengiran Anak Abdul Momin (sebelum menjadi Sultan) dan dibawa ke Brunei untuk membantu Musywarat Majelis Ahli Kerajaan Brunei karena pemikiran dan wawasan Pengiran Muhammad Saleh yang sudah terkenal mumpuni itu.

Namun dalam kesempatan ini saya ingin mengungkapkan satu informasi yang jarang sekali diangkat oleh para pemerhati sejarah yaitu bahwa sebab utama kedatangan Pangeran Muda Hashim ke Sarawak (ketika Pangiran Muhammad Saleh) memerintah disana, adalah karena timbulnya semacam pemberontakan di wilayah Sarawak itu pada masa pemerintahan Pengiran Indra Mahkota Muhammad Saleh ini dimana pemberontakan ini merupakan gabungan dari orang-orang Melayu dan Dayak terhadap perwakilan Kesultanan Brunei di Sarawak ini. Setelah diteliti ternyata pemberontakan ini terkait dengan pihak Kesultanan Sambas dan satu pihak di Kesultanan Brunei yang dipimpin oleh seorang bernama Pengiran Yusof. Tujuan dari pemberontakan ini adalah untuk mengembalikan tanah Sarawak kepada pihak Kesultanan Sambas dimana hal ini didasarkan pada pendapat bahwa Sultan Tengah itu menjadi Sultan Sarawak pertama adalah dengan pemberian tanah Sarawak dari Abangnya yaitu Sultan Abdul Jalilul Akbar kepada Sultan Tengah, jadi Sultan Tengah bukan perwakilan Sultan Brunei di Sarawak tetapi adalah sebuah Kerajaan yang berdiri sendiri. Berdasarkan itulah maka kelompok ini menyatakan ketika Sultan Tengah wafat, semestinya pemerintahan Kesultanan Sarawak itu diberikan kepada keturunan dari Sultan Tengah tetapi setelah Sultan Tengah wafat pemerintah diambil alih oleh para Petinggi di Kesultanan Sarawak dan anak Sultan Tengah tidak diangkat sebagai Sultan selanjutnya hingga kemudian ditubuhkan Perwakilan Kesultanan Brunei di Sarawak dengan gelar Pengiran Indra Mahkota.

Ide untuk mengobarkan pemberontakan ini ternyata berasal dari pihak Belanda dimana pihak Belanda pada saat itu mulai giat mempengaruhi pihak-pihak di Kesultanan Sambas yaitu sekitar tahun 1830 M (dimasa Sultan Sambas ke-10 yaitu Sultan Umar Akamaddin III). Pihak Belanda pada masa itu sedang bersaing hebat dengan pihak Inggris dalam memperebutkan pengaruh di Pulau Borneo ini dimana saat itu Belanda merasa sangat terganggu dengan pihak Inggris yang mulai membuat kedudukan di daerah Sarawak dan Belanda pun juga menginginkan wilayah Sarawak itu juga. Maka sebagai langkah untuk merebut wilayah Sarawak itulah, pihak Belanda yang telah mempelajari sejarah Kesultanan Sambas termasuk hubungan Kesultanan Sambas dan Kesultanan Brunei, kemudian membuat strategi dengan memanfaatkan pihak-pihak Bangsawan Kesultanan Sambas dengan membuat sebuah gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan Perwakilan Kesultanan Brunei di Sarawak itu.

Jadi dalam hal ini Pengiran Indra Mahkota Muhammad Saleh menjadi pihak yang dikambinghitamkan dipersalahkan oleh sebagian Bangsawan Kesultanan Brunei (diketuai oleh Pengiran Muda Hashim) padahal Pengiran Muhammad Saleh sama sekali tidak terlibat dalam pemberontakan ini justru menjadi pihak yang ditentang oleh pemberontakan ini. Penilaian sebagian Bangsawan Kesultanan Brunei terhadap Pengiran Muhammad Saleh ini karena dikaitkan dengan asal usul keterkaitan Pengiran Muhammad Saleh dengan Kesultanan Sambas. Maka ketika Pengiran Muda Hashim tiba di Sarawak untuk melihat permasalahan pemberontakan ini telah menunjukkan sikap yang tidak bersahabat dan penuh kecurigaan kepada Pengiran Muhammad Saleh.

Nakhoda Saleh itu bukan Pengiran Muhammad Saleh, karena pertama Pengiran Muhammad Saleh tidak dalam kondisi lari dengan menyembunyikan diri, beliau diibaratkan menyingkir dengan jiwa besar secara terbuka setelah "dicopot" (menurut satu keterangan tidak ada surat pencabutan dari jabatan Pengiran Indra Mahkota) lalu dengan ditemani oleh sahabat karibnya yang bernama Sharif Shahab ia semula ke Batang Lupar lalu ke Mukah dan menetap disana menjadi orang biasa tetapi tidak bersembunyi karena James Brooke dan Pangiran Muda Hasim sudah cukup puas dengan menyingkirkannya dari Sarawak. Sebenarnya dari koneksi Pengiran Indra Mahkota ke penguasa di Kesultanan Brunei boleh dikatakan amat kurang, ia hanya mengandalkan kemampuan berfikirnya yang mengagumkan itu.

1 comment:

  1. Cerita ini pendek, sebenarnya moyang pramba di titah oleh sultan kanzul alam ke 21 ke Sarawak kuching sebagai wakil brunei pada 1827 beliau sepupu dengan......

    Pramba tidak boleh becerita lebih nanti ada orang mengaku keturunan....ini semua sejarah hanya keturunan sahaja yang tahu

    ReplyDelete