Iklan Saya Klik

Wednesday, March 18, 2015

Dato Godam

Kedatangan orang Minangkabau ke Brunei secara historis terjadi pada zaman pemerintahan Sultan Nasruddin (Sultan Brunei ke-15) tahun 1690-1710. Pada waktu itu seorang kerabat diraja Minangkabau yang bernama “Raja Umar” atau dikenal dengan gelar Dato Godam datang ke Brunei dengan menyamar sebagai saudagar. Beliau merupakan keturunan Bendahara Tanjung Sungayang, Pagaruyung. Ayah Dato Godam yang bernama Bendahara Harun kawin dengan seorang wanita Belanda yaitu anak Jan Van Groenewegen yang menjabat sebagai Residen Belanda di Padang. Menurut adat Minangkabau, Bendahara Harun merupakan anggota “Basa Ampek Balai” yang menjalankan administrasi kerajaan bersama-sama. Keputusan “Basa Ampek Balai” sebelum dijalankan haruslah mendapat persetujuan dari Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat. Raja Alam merupakan penguasa kerajaan dan menguasai hukum menurut adat yang turun temurun. Raja Ibadat adalah raja yang menguasai hukum Islam sebelum dijalankan di tengah masyarakat. Dewan “Basa Ampek Balai” tersebut terdiri dari Bendahara di Sungai Tarap, Tuan Gadang di Batipuh, Raja Indomo di Saruaso dan Angku Kadi di Padang Ganting. Setiap perkara yang akan dijalankan dalam masyarakat Minangkabau hendaklah terlebih dahulu dimusyawarahkan dalam rapat “Basa Ampek Balai”. Setelah diputuskan barulah masalah itu dihadapkan kepada Raja Adat dan Raja Ibadat. Apabila pendapat itu tidak bertentangan dengan adat dan hukum Islam barulah disampaikan kepada Raja Alam untuk disahkan.

Pada tahun 1662, Jan Van Groenewegen dipindahtugaskan sebagai pejabat VOC ke Padang setelah sebelumnya menjadi Residen Aceh pada tahun 1660. Dia dikenal memiliki pengalaman luas karena banyak bergaul dengan masyarakat dan mengetahui seluk beluk adat istiadat setempat. Keahliannya dalam administrasi pemerintahan menyebabkannya disukai Sultan Aceh. Apalagi kemampuannya menarik perhatian orang dalam pergaulan. Anak Jan Van Groenewegen kemudian kawin dengan Bendahara Harun yang kemudian melahirkan Dato Godam.

Dato Godam sejak dini telah disiapkan sebagai pengganti ayahnya menjadi Bendahara. Ia merupakan anak sulung dari Bendahara Harun. Namun orang Minangkabau yang fanatik kepada adat sangat memandang rendah kepadanya karena beliau bukanlah putera Minangkabau asli. Meskipun merupakan anak yang layak menggantikan bapak, namun pandangan masyarakat tersebut menyebabkan perasaannya menjadi tidak senang. Hal itulah yang menyebabkan timbul keinginannya untuk “lari” ke Serawak. Kepergiannya itu telah membuat hati bapaknya menjadi sedih sehingga pernah diutus suatu rombongan untuk mencari Dato Godam.

Setelah sampai di Serawak, Dato Godam bertemu dengan Pangeran Tumenggung Pangeran Abdul Kadir. Secara kebetulan kedua-duanya merupakan orang pelarian karena kecewa. Pangeran Tumenggung Pangeran Abdul Kadir “lari” ke Serawak karena kecewa sebab anak perempuannya dipinang oleh Raja Brunei yaitu Sultan Nasruddin untuk dijadikan istri ketiga. Karena rasa senasib sepenanggungan itu, akhirnya Dato Godam menerima ajakan Pangeran Tumenggung Pangeran Abdul Kadir yang masih keturunan bangsawan Brunei untuk pergi ke Brunei.

Dato Godam merupakan seorang yang bijaksana dan terdidik serta memiliki pengetahuan yang tinggi sehingga dirinya cepat dikenal di Brunei. Kehadirannya disambut baik oleh Sultan yang memerintah yaitu Sultan Nasruddin karena dinilai memiliki pengetahuan dan kecakapan dalam menjalankan pemerintahan. Sultan Brunei meminta Dato Godam menetap di Brunei dan disuruh menikah. Karena merasa “berhutang budi”, Sultan Nasruddin menawari Dato Godam permintaan apa saja untuk dipenuhi. Dato Godam kemudian menyatakan keinginannya mempersunting anak Pengiran Tumenggong Pengiran Abdul Kadir yang menjadi istri ketiga Sultan. Permintaan tersebut dikabulkan Sultan. Bersama perempuan bernama Tandang Sari inilah, Dato Godam kemudian mendapatkan dua orang anak yaitu Manteri Uban dan Manteri Puteh. Dato Godam berjasa menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi pada waktu itu sehingga beliau semakin disukai Sultan. Apa yang dilakukannya tidak lepas dari pengalamannya di Kerajaan Minangkabau.

Atas permintaan ayahnya Bendahara Harun, Dato Godam bermaksud meninggalkan Brunei untuk kembali ke Minangkabau dengan membawa anaknya, Manteri Uban (nama sebenarnya Abdul Rahman). Dengan berat hati Sultan Nasruddin memberi izin dengan syarat agar anak keduanya, Manteri Puteh tetap tinggal di Brunei sebagai cikal bakal administrator pemerintahan dan diharapkan memiliki loyalitas yang tinggi kepada Sultan sebagaimana yang telah ditunjukkan Dato Godam. Disamping itu, Sultan Nasruddin berjanji akan menganugerahkan keistimewaan kepada anak cucu Dato Godam sebagai keturunan bangsawan sebagaimana di Minangkabau. Keturunan inilah yang sekarang disebut ‘Awang-awang Damit’ dan dipilih oleh para Sultan Brunei untuk dianugerahi gelar ‘manteri’ yaitu pembesar negara yang turun temurun.

Dari Brunei, Dato Godam singgah di Serawak untuk menemui mertuanya, Pengiran Temenggong Pengiran Abdul Kadir yang menetap di Pusa. Tidak lama sesudah pertemuan tersebut, sang mertua meninggal dunia sehingga Dato Godam tidak meneruskan perjalanannya ke Minangkabau. Akhirnya Dato Godam memutuskan menetap di Pusa sampai meninggal dunia dan dimakamkan di sana. Makam Dato Godam dan mertuanya terletak di dekat Sungai Telit. Sedangkan tidak jauh dari sana terdapat satu batu nisan Tandang Sari. Paras rupa istri Dato Godam tersebut sangat cantik dan konon kabarnya, Tandang Sari kemudian bunuh diri untuk menghindari fitnah orang banyak akibat banyaknya laki-laki yang tergila-gila dan mengikutinya.

Sejak meninggalnya Dato Godam, Manteri Uban tidak kembali ke Minangkabau dan tetap tinggal di Serawak. Meskipun pernah ke Minangkabau untuk berziarah, beliau kemudian kembali lagi ke Serawak. Bekas kapal yang digunakan untuk berlayar ke Minangkabau itu masih bisa ditemui di Seri Aman, Serawak sampai saat ini.

3 comments:

  1. Dato Godam berkahwin dengan Dayang Chi bukan Tandang Sari. DETS ya ada kisah tersendiri, DG pula ada kisahnya tersendiri.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete